
Selesai
sholat Maghrib aku bergegas menuju kantor Bu Noni. Tujuanku hanyalah ingin
menanyakan mengapa nilaiku kok bisa tidak keluar dalam KHS (Kartu Hasil Study)
semester 3 ini. Padahal kalau saya pikir, saya telah memenuhi semua
persyaratan. Mulai dari mengumpulkan tugas yang sangat tebal sampai mid
semester dan UAS (Ujian Akhir Semester) sudah aku ikuti semua. Soal kehadiranku
di kelas ya cukup aktif. Pernah bolos sekali waktu mata kuliah ini. Entah
mengapa aku bolos kala itu. Aku sudah lupa. Dan yang kuingat hanya aku pernah
bolos 1x saja.
*****
Namanya
juga orang sibuk. Jadi kalau ingin bertemu muka ya agak sedikit susah. Harus
antre juga tentunya. Kutengok jam menunjukkan pukul 18.30 WIB. Aku pun sabar
menanti giliran. Untuk memperoleh sebuah kepastian dan jawaban.
Tibalah
saatnya giliranku. Waktu itu aku tidak sendiri. Aku juga mengajak salah seorang
temanku untuk ikut menemaniku. Agak sedikit gugup juga sich. Aku memang orangnya suka nervous kalau sedang tatap muka
dengan dosen yang kurang begitu friendly dengan mahasiswa-mahasiswanya. Tepat di
depan mejanya, aku dan temanku dipersilahkan untuk duduk.
“Ada
apa, Mas?” tanya beliau.
“Ini
Bu, saya mau tanya. Nilai mata kuliah *** saya tidak keluar dalam KHS. Mengapa
ya, Bu? Padahal saya kan juga ikut mid semester dan UAS. Kalau soal tugas, saya
juga sudah mengumpulkan. Semua saya kira sudah lengkap. Tapi mengapa nilainya
tidak keluar?” ceritaku panjang lebar.
“Kalau
tidak keluar, berarti ya nilainya jelek dan harus ngulang,” jawab beliau enteng
seperti kapas berterbangan. Seolah lari dari tanggung jawab.
“La
tapi mengapa nilainya Dimas keluar? Padahal ia kan tidak mengumpulkan tugas,
tidak ikut mid semester dan juga tidak ikut UAS. Kok bisa keluar nilainya?”
tanyaku lagi. Kini dengan mimik wajah yang keheranan.
“Mungkin
ikut ujian susulan kali,” elak beliau.
“Tidak,”
jawabku serentak dengan seorang teman yang sedang duduk di sampingku.
“Masak?” jawab beliau dengan agak sedikit
kaget mendengar jawaban dari kami.
“Aku
itu kalau ngasih nilai ya bener-bener lo, Mas. Kalau nilainya baik
ya saya kasih nilai baik. Kalaupun
itu jelek ya jelek,” tambah beliau lagi.
“Yang
membuat saya heran ya itu tadi, Bu. Kok bisa keluar nilai Dimas, sedangkan saya
kok tidak keluar,” sanggahku pada beliau.
“Oke,
saya akan cek ulang. Tapi nilainya ada di rumah, tidak saya bawa. Saya akan cek
ulang ya!” katanya padaku.
“Begitu
ya! Ya sudah Bu, terima kasih,” kami berdua langsung saja angkat kaki dari
kantor tersebut. Karena kami tengok di belakang banyak yang masih antre untuk
menghadap beliau.
Sebuah
kekecewaan yang aku rasakan. Keganjilan dalam pemberian nilai mata kuliah.
Sungguh aneh bukan! Seseorang yang tidak mengumpulkan tugas, tidak ikut mid
semester dan juga tidak ikut UAS bisa keluar nilainya. Tanda tanya besar bersarang
di otakku. Rasa kecewa menyelimutiku petang itu. Memaksaku untuk segera
bergegas pulang. Kekecewaan yang amat sangat kurasakan.
Nilai jelek ya tidak
dapat nilai. Kalimat itu selalu mengitari
pikiranku. Sebegitu jelekkah nilaiku? Kalaupun harus diberi nilai D atau E, aku
terima. Tapi ini lain, nilaiku kosong. Aku pun curhat pada temanku yang lain,
yang kuliah di Surabaya. Mereka juga membenarkanku. Sejelek-jeleknya nilai yang
aku peroleh, seharusnya nilainya tetap keluar. Tapi ini... kosong... kosong...
kosong... Segera ku starter sepeda motorku dan meninggalkan kampus.
Mungkin
para pembaca sudah bisa menilai sendiri. Sebuah hak yang nyata-nyata harusnya
aku dapatkan, tak dapat kuterima dengan baik. Pembaca mungkin juga merasa ada
kejanggalan dalam masalahku ini. Tapi ya sudahlah. Aku tetap menghormati keputusan
beliau. “Kok bisa ya?” pertanyaan
terakhirku dalam hati, selalu bersemayam di sanubari.
Note:
Sebenarnya
banyak sekali parcakapan antara Aku, Vicky dan Bu Noni tersebut. Namun aku
hanya menuliskan intinya saja di atas. (nama
disamarkan)
0 komentar:
Posting Komentar