Minggu, 21 April 2013

Ada Cinta Lain di Hati Istriku


#01
Ada Cinta Lain di Hati Istriku
Oleh: Abi Yazid Bastomi

www.google.com
 
            Setahun sudah diriku mendirikan istana bersamanya. Alhamdulillah, kami sangat bahagia. Susah dan senang kami jalani berdua. Saling mengerti, memahami, melengkapi dan percaya itulah kunci dibalik hubunganku dengan istriku yang mana sampai pada saat ini masih tetap harmonis. Kalaupun ada masalah, kami selalu memecahkannya dengan kepala dingin. Namun rasanya ada yang kurang lengkap dalam istana kami berdua. Ya, kami belum dikaruniai seorang anak atau “momongan”. Setiap hari kami memanjatkan do’a bersama kepada Allah SWT supaya cepat diberi “momongan”. Karena kami sangat mendambakannya.

**********

          Sore itu, istriku berada di taman depan rumah kami. Seperti biasa kegiatan rutinnya tiap sore adalah merawat bunga-bunga di taman. Menyirami, memupuk dan menatanya secara apik dan rapi. Sehingga rumah tampak begitu asri dan sedap dipandang mata oleh setiap orang yang melihatnya.

          Kebetulan pada hari itu aku pun juga tidak ada kegiatan dan kantor pun libur. Sehingga kuputuskan untuk membantu istriku di taman. Kulangkahkan kakiku dan menghampirinya.

Mas bantu ya, Dik!” Tawarku padanya.

“Iya, boleh. Mas tidak sibuk?” Tanya istriku.

“Ya tidaklah. Toh, mengapa juga Mas kesini kalau sibuk. Ah...kamu itu, Neng.” Sahutku sembari melontarkan senyum kecil padanya.

          Memang dikala aku sedang ingin bercanda dengannya, aku selalu memanggilnya dengan sebutan “Neng”. Seperti anak-anak muda zaman sekarang yang sedang menggoda gadis-gadis. Mereka selalu memanggil dengan sebutan “Neng”. Tapi ini lain halnya dengan keadaanku sekarang ini. Dia sudah menjadi istriku yang sah menurut syari’at Islam dan hukum negara. Dia sudah halal bagiku dan aku pun halal baginya. Jadi takkan dosa diriku apabila menggoda dan memanggilnya dengan sebutan “Neng”. Toh, istriku pun juga senang dipanggil demikian. Dapat dilihat dari raut wajahnya yang tak menampakkan rasa marah ataupun kesal padaku. Malahan dia suka tersenyum saat aku memanggilnya dengan sebutan tersebut.

          Tak terasa kegiatan kami di taman telah selesai. Rasa lelah dan letih tidak kami rasakan. Karena kami selalu mengiringi kegiatan tadi dengan penuh canda dan tawa bersama. Selesai mencuci tangan dan kaki yang kotor akibat kegiatan di taman tadi, kami berdua memutuskan untuk duduk di teras depan rumah kami. Dengan ditemani 2 cangkir teh manis yang telah kami siapkan sebelumnya. Sangat cocok sekali untuk melepas rasa lelah yang baru kami rasakan kala itu. Kami pun mengobrol dengan asyiknya. Lagi-lagi kami mengirinya dengan penuh canda dan tawa. Melihat istriku tersenyum rasanya hati ini senang dan bahagia. Rasanya tak ingin diri ini sampai membuatnya menitikkan air mata. Di sela-sela perbincangan, terlintas sebuah pertanyaan yang merasuk dalam pikiranku.

Dik, boleh tidak Mas tanya sesuatu?” Tanyaku.

“Boleh,” jawabnya. Tak lupa senyum manisnya ia bubuhkan dalam jawabannya.

“Apakah kamu bahagia bersama Mas?” Sebuah pertanyaan aneh terlontar dari bibirku.

“Wah, Mas ini aneh-aneh saja pertanyaannya. Alhamdulillah, saya bahagia,” jawabnya sambil tertawa kecil. Dan kusambut dengan senyuman.

“Apakah kamu mencintaiku?” Sahutku sembari tersenyum padanya.

Dia pun membalas senyumanku dan beranjak berdiri melangkahkan kakinya menuju hadapanku. Lalu mencubit kedua pipiku.

“Iya, Mas. Aku mencintaimu,” jawabnya.

           Ia pun melepas cubitannya di pipiku. Lalu membalikkan badan dan melangkahkan kakinya menjauhi tempat dimana ia sedang berdiri di hadapanku tadi. Aku pun berdiri dan menghampirinya. Posisiku tepat di sisi kanan ia berdiri.

“Adakah cinta lain selain cintamu padaku?” Tanyaku kembali.

“Ada,” jawab ia singkat.

          Mendengar jawaban itu, darah dalam tubuhku pun naik hingga ubun-ubun. Aku pun cemburu. Rasanya ingin marah, namun diri ini tak sanggup melihat apabila sampai membuatnya menitikkan air mata. Ku menghela napas panjang. Ini akan membuatku lebih rileks dan meminimalisir kemarahanku padanya.

“Apa aku mengenalnya?” Tanyaku.

Mas kenal Dia. Mas tahu siapa Dia. Dia selalu dekat dengan kita. Aku lebih mencintainya daripada engkau, Mas.” Jawabnya.

          Semua itu sungguh membuat aku penasaran dan bertanya-tanya. Siapakah gerangan yang istriku maksud itu? Hati ini dibuat bingung olehnya.

“Siapa?” Tanyaku lirih dan singkat. Seolah tak ada rasa cemburu. Padahal dalam hati sungguh sangat cemburu.

“Dia adalah Sang Penguasa Semesta Alam Jagat Raya,” jawabnya lantang.

          Bibirku bergetar seraya mengucap kalimat tasbih. Tentunya yang dimaksudkan istriku adalah Allah SWT. Seketika kupersembahkan sujud syukurku kepada-Nya yang telah menciptakan belahan jiwa yang selalu tak henti-hentinya mengingatkanku akan Sang Pencipta yaitu Allah SWT. Dalam sujudku kurasakan sentuhan tangan istriku yang menyentuh pundakku dan aku pun bangkit dari sujudku. Kupeluk istriku penuh kasih dengan mata berkaca-kaca. Dan tak terasa mata ini pun menitikkan air mata syukur kehadirat-Nya. Tak kuasa melihatku menangis , istriku pun jua ikut menangis dalam pelukan.

“Terima kasih engkau telah mengingatkanku kepada-Nya,” ujarku sambil melepas pelukanku.

“Ingat, jangan pernah engkau mencintaiku melebihi cintamu pada-Nya,” saran istriku.

          Sungguh suatu saran yang harus kuingat dan tak boleh kulupakan. Memang benar adanya jika akhir-akhir ini aku sudah terlalu jauh dari-Nya. Rasa syukur pun mengisi segala isi ruang hatiku dikala senja tiba. Dan matahari telah meredupkan pancaran sinarnya.


0 komentar:

Posting Komentar

 

Pengikut